SOROT BERITA | BEKASI - Pengadilan Negeri Kota Bekasi kembali menggelar sidang yang menyita perhatian publik, membahas dugaan penipuan cek kosong yang melibatkan Direktur Utama PT Anisa Bintang Blitar (ABB) dalam proyek revitalisasi Pasar Kranji Baru.
Dalam sidang tersebut, saksi ahli hukum perdata yaitu Rahmat Suparman, Wakil 2 Dekan Fakultas Universitas Bhayangkara, dihadirkan untuk menilai keabsahan klaim antara pelapor dan terlapor.
Ruben Timbul Hamonangan, Direktur Utama PT Berkat Putra Mandiri, selaku pelapor, menyoroti pertanyaan yang diajukan Pengacara Terlapor (IH), Bambang Sunaryo, S.H., yang menurutnya, pertanyaan tersebut terkesan pribadi dan tidak objektif.
“Di sini tidak ada membicarakan atas nama pribadi, ini semua nama perusahaan. Dirut (red-PT ABB) harusnya bertanggung jawab atas segala tindakan perusahaan," ujar Ruben selepas sidang, Rabu (16/10/2024).
Ruben menegaskan bahwa berdasarkan berita acara yang ada, pembayaran harus dilakukan jika pekerjaan telah selesai.
“Tadi jelas tuh, berita acara itu jelas. Pembayaran harus ditunaikan untuk menyatakan sah,” paparnya.
Namun, Ruben mengungkapkan rasa kejanggalannya dalam sidang tersebut, terutama ketika pengacara terlapor tidak mengungkapkan fakta bahwa pekerjaan sudah 100% selesai.
“Sebenarnya sudah ada pernyataan bahwa pekerjaan kita sudah 100%. Ini yang tidak diterangkan,” keluhnya.
Meski begitu, Ruben merasa puas dengan kinerja saksi ahli yang dihadirkan, yang menunjukkan profesionalisme dalam memberikan penjelasan.
Di sisi lain, Bambang Sunaryo, kuasa hukum terlapor (IH), berpendapat bahwa kasus ini adalah murni perdata.
“Saksi ahli menjelaskan bahwa perkara ini betul-betul perdata. Gugatan IH dikabulkan hakim,” jelasnya.
Bambang juga menambahkan, bahwa Ruben dan rekannya harus mengembalikan dana sebesar Rp1.920.000.000, menegaskan bahwa tidak ada kewajiban dari kliennya untuk melakukan pembayaran tanpa adanya serah terima pekerjaan.
“Saksi ahli menyampaikan bahwa ini adalah perkara perdata, bukan pidana,” tegas Bambang, menolak tuduhan yang diarahkan kepada kliennya.
Bambang mengingatkan bahwa sesuai Perma nomor 1 tahun 1956, seharusnya perkara ini tidak dibawa ke ranah pidana sebelum ada kekuatan hukum dari perkara perdatanya.
“Ditunggulah inkrahnya, perkara perdatanya yang sudah mempunyai kekuatan hukum,” pungkasnya. (Pandu)