SOROT BERITA | BEKASI - Politikus senior asal Kota Bekasi, Muhammad Said, menyuarakan keprihatinannya terhadap praktik sekolah swasta di daerahnya, yang dinilai cenderung mengambil keuntungan besar dari pendidikan.
Menurut pria yang akrab disapa Cemong itu, sekolah swasta yang mampu menampung lebih dari 40 siswa per kelas, menerima bantuan dari Pemerintah namun tidak seluruhnya disalurkan kepada siswa.
"Sekolah swasta itu kalau tidak bayaran, tidak bisa ikut ujian, kalau ada tunggakan sindir siswa di depan siswa lainnya. Bahkan, banyak siswa yang ketika lulus, ijazahnya di tahan karena belum adanya pelunasan," ungkap Cemong, Senin (5/8/2024).
Lebih lanjut, Cemong menyayangkan adanya ketidakadilan dalam penerapan kebijakan pendidikan yang cenderung menguntungkan sekolah swasta. Ia menyebutkan, Pemerintah hanya fokus pada sekolah negeri, sementara sekolah swasta dibiarkan bebas menentukan kuota penerimaan siswa.
"Pemerintah hanya fokus pada sekolah negeri, sementara sekolah swasta dibiarkan bebas menentukan kuota penerimaan siswa. Kenapa sekolah negeri hanya diizinkan 32 siswa perkelas, sementara sekolah swasta bisa lebih dari 40?" ujar Cemong.
Sementara itu, pengamat pendidikan Kota Bekasi, Deddy Supriadi, juga menyoroti kesulitan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk masuk sekolah negeri melalui PPDB online. Menurutnya, kebijakan pendidikan di Kota Bekasi harus lebih adil dan merata.
"Kualitas pendidikan di sekolah negeri dan swasta harus sama. Jika sekolah negeri dibatasi 32 siswa dalam satu kelasnya, sekolah swasta juga harus dibatasi. Jangan sampai sekolah swasta seenaknya menentukan kuota penerimaan siswa," tegasnya.
Pria yang juga akrab disapa Deddy Kuncir itu juga mengingatkan pengalaman buruk di tahun 2013, di mana anak-anak dari keluarga tidak mampu, yang terpaksa bersekolah di sekolah swasta akhirnya terbebani biaya SPP. Ia mendesak pemerintah Kota Bekasi untuk mencari solusi yang adil dan merata bagi semua anak bangsa.
"Pemerintah harus bertanggung jawab untuk memastikan semua anak bisa bersekolah tanpa terbebani biaya. Jangan sampai kebijakan pendidikan hanya menguntungkan pihak tertentu, sementara anak-anak dari keluarga tidak mampu terpinggirkan," pungkas Deddy. (Pandu)