SOROT BERITA | JAKARTA - Justitia Training Center, lembaga sertifikasi mediator terakreditasi Mahkamah Agung RI, kembali mengadakan Pelatihan dan Sertifikasi Mediator, via daring online melalui aplikasi Zoom Meeting.
Acara yang berlangsung dari 6 hingga 10 November 2024 ini dihadiri oleh peserta dari berbagai latar belakang, termasuk advokat, ASN dari BP2MI, anggota TNI, dan perwakilan dari berbagai instansi pemerintah dan swasta.
Salah satu pemateri, Dr. H. Kemas Herman, S.H., M.H., M.Si., menjelaskan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk membekali peserta, dengan strategi dan teknik menyeimbangkan kekuatan dalam mediasi.
Dr. Kemas, yang juga berpengalaman sebagai mediator di Pengadilan Negeri Cibinong, mengungkapkan motivasinya untuk berbagi ilmu.
“Sebagai akademisi, ini adalah bagian dari Tridharma Perguruan Tinggi, dan saya berharap pengetahuan ini bisa membawa manfaat," ujar Dr. Kemas, saat dihubungi sorotberita.com via pesan WhatsApp, Sabtu (9/11/2024).
Pria yang juga sebagai dosen tetap pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur itu, mendefinisikan ‘kekuatan’ dalam konteks mediasi, sebagai ketidaksetaraan yang muncul, ketika satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar.
“Menyeimbangkan kekuatan sangat penting, untuk mengurangi kesenjangan posisi antara pihak-pihak yang berkonflik,” tegasnya.
Mediasi, menurut Dr. Kemas, adalah alternatif penyelesaian sengketa yang efektif dan bersifat kolaboratif, yang menghasilkan kesepakatan yang adil.
Ia juga menjelaskan, beberapa teknik yang dapat digunakan mediator, seperti pengarahan dan pemberdayaan partisipasi, untuk menjaga keseimbangan kekuatan.
“Mediator harus bersikap netral dan berfungsi sebagai fasilitator, sehingga semua pihak dapat menyampaikan pendapat tanpa merasa tertekan, sesuai dengan Pasal 5 Perma No.1 Tahun 2016,” paparnya.
Dalam pelatihan ini, tantangan terbesar yang dihadapi mediator adalah menjaga keaktifan partisipasi dari kedua belah pihak. Dr. Kemas mengingatkan pentingnya pengelolaan emosi dalam proses mediasi.
“Sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) Perma No.1 Tahun 2016, mediator harus mampu menjaga kerahasiaan dan netralitas, untuk menciptakan suasana yang kondusif,” kata Dr. Kemas.
Contoh konkret yang diberikan Dr. Kemas adalah, situasi di mana ketidakseimbangan kekuatan dapat terjadi, seperti ketika satu pihak tidak terwakili secara hukum.
Dalam kasus tersebut, Dr. Kemas menjelaskan bahwa, mediator harus mampu mengidentifikasi dan menilai ketidakseimbangan tersebut, untuk mencapai hasil yang adil.
Dr. Kemas berharap, peserta pelatihan dapat mengimplementasikan strategi dan teknik yang telah dipelajari, untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan.
“Perdamaian merupakan cara terbaik, dalam menyelesaikan persengketaan di antara pihak berperkara,” tutupnya.
Pelatihan dan Sertifikasi Mediator tersebut, diharapkan dapat mencetak mediator yang kompeten dan siap membantu menyelesaikan konflik, dengan cara yang efektif dan konstruktif. (Pandu)