Hafiz Muhazir: Adu Siasat MK dan DPR

23 Agt 2024 Admin
Hafiz Muhazir, S.H., S.Pd., CEO Edukasi Hukum Nasional.

SOROT BERITA | OPINI - Sekali lagi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), membuat kejutan dengan keputusanya. Terbaru, salah satu putusan yang menonjol adalah Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang memungkinkan partai politik atau gabungan partai politik, untuk mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dengan syarat minimal 7,5 persen suara sah dari pemilu terakhir di provinsi tersebut.

Dan uniknya, acap kali keputusan MK selalu last minute menjelang pendaftaran pasangan calon, persis sama saat putusan batas usia capres dan cawapres, yang kemudian menguntungkan Gibran maju sebagai Cawapres Prabowo.

ADVERTISEMENT

Perlu diketahui, keputusan MK ini muncul atas gugatan yang diajukan oleh Partai Gelora dan Partai Buruh, yang merasa dirugikan karena tidak bisa mengusung pasangan calon, karena tidak memiliki cukup kursi di DPRD.

Sementara Partai Gelora sendiri, merupakan bagian dari KIM (Koalisi Indonesia Maju), sehingga aneh ketika semangat KIM untuk “memborong” partai justru dilawan oleh Partai Gelora.

Mengutip CNN Indonesia, dalam judul 'Partai Gelora Protes MK Hapus Syarat Kursi 20 Persen di Pilkada', Mahfuz Sidik, petinggi Gelora, sudah mengklarifikasi bahwa terhadap angka threshold 20%, bukanlah gugatan mereka, jadi MK Sudah membuat norma baru katanya, yang meraka dalilkan adalah bahwa partai non parlemen di daerah harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengusung calon.

Namun demikian, menurutnya Partai Gelora menerima Petita MK, tentang dihapusnya ketentuan di pasal 40 ayat 3 UU Pilkada, yang mengatur pengusulan pasangan calon kepala daerah, hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di DPRD.

Keputusan MK kali ini tidak bisa serta merta diterapkan, karena DPR RI melalui badan legislasi mencoba men-chalange (red-mensiasati), dengan membuat produk hukum baru RUU Pilkada, yang per hari ini 22 Agustus konon akan diparipurnakan, dan kemudian akan disahkan menjadi Undang-Undang, yang justru bukan merujuk pada Putusan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 melainkan merujuk Putusan Nomor 23 P/HUM/2024.

Dalam putusan ini, MA memutuskan bahwa batas usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, dihitung sejak pelantikan, bukan sejak penetapan calon, seperti yang sebelumnya diatur oleh Peraturan KPU.

Sementara amar putusan MK terkait Threshold 7,5% dari jumlah penduduk, hanya berlaku bagi partai non parlemen dan bukan partai pemilik Kursi di DPRD Provinsi atau DPRD Kab/Kota.

Apa Dampaknya?

KPU Selaku Operator penyelenggara Pemilu akan menerbitkan Peraturan KPU (PKPU), menyesuaikan dengan UU Pilkada terbaru yang akan disahkan hari ini, sehingga kandidat calon pilkada akan tersandera, mengingat batas waktu pendaftaran tinggal kurang dari sepekan lagi, sementara waktu untuk menggugat UU Pilkada ke MK membutuhkan waktu yang cukup lama.

Lalu Siapa yang Salah?

Tidak ada yang salah karena masing-masing lembaga negara dalam hal memiliki kewenangannya. MK dengan kewenangan yudikatif, dan DPR RI dengan kewenangan legislatif, tinggal kita lihat sejauh mana akal sehat dan nurani yang diterima masyarkat, yang juga sejatinya DPR RI hari ini ada hasil dari Pileg dan Pilpres kemarin yang mayoritasnya memilih untuk "keberlanjutan".

Penulis:

Hafiz Muhazir, S.H., S.Pd.

CEO Edukasi Hukum Nasional

Tags: