BPK Temukan Miliaran Rupiah Kelebihan Pembayaran di Proyek Pemkot

09 Apr 2025 Admin
Ketua Titah Rakyat Bekasi, Muhamad Ali saat berorasi.

SOROT BERITA | BEKASI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), telah menemukan kelebihan pembayaran senilai puluhan miliar rupiah, pada beberapa kegiatan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBD Kota Bekasi Tahun 2023.

Namun menurut Ketua Titah Rakyat Bekasi, Muhamad Ali, hingga memasuki triwulan kedua tahun anggaran 2025, pengembalian dana tersebut ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum dilakukan.

ADVERTISEMENT

"Publik berharap Aparat Penegak Hukum dapat memproses atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan dapat segera terungkap, sekalipun pengembalian APBD tersebut dilakukan akan tetapi tidak menghilangkan unsur pidananya," tegas Ali melalui keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).

Ali menjelaskan, bahwa dalam audit BPK ditemukan beberapa masalah, termasuk pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk empat pengadaan pada Dinas Pendidikan Kota Bekasi, yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp7.425.038.108,99.

"BPK telah merekomendasikan Wali Kota Bekasi untuk memberikan sanksi kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait, serta memerintahkan pengembalian kelebihan pembayaran sebesar Rp6.980.016.020,03 ke RKUD," ungkapnya.

Ia menyatakan, masalah serupa juga terjadi pada pengadaan alat-alat olahraga melalui katalog elektronik pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga. Menurutnya, BPK merekomendasikan agar diproses kelebihan pembayaran kepada PT CIA, atas pekerjaan tersebut sebesar Rp4.766.661.332,00.

"Hasil ikhtisar BPK melalui Audit BPK telah diserahkan hasilnya kepada Pemkot Bekasi pada bulan Mei 2024, yang menemukan dan meminta secara jelas untuk ditindaklanjuti oleh Pemkot Bekasi. Aparat penegak hukum harus menuntaskan kasus dugaan korupsi ini," kata Ali.

Ali mengungkapkan, BPK juga menemukan ketidaksesuaian pada pengadaan alat kesehatan melalui katalog elektronik pada RSUD Pondok Gede dan RSUD Jatisampurna dengan nilai Rp1.098.495.975,39.

Ali menekankan, bahwa BPK telah memberikan tenggat waktu 60 hari kerja kepada OPD terkait, untuk melakukan pengembalian kelebihan bayar tersebut, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.

"Waktu 60 hari telah lewat dan tidak ada pengembalian atas kelebihan bayar tersebut, lantas APH masih belum bergerak mengusut dugaan kasus korupsi tersebut, bahkan beberapa pelaporan pun hilang ditelan bumi. Banyak informasi di berbagai pemberitaan yang diabaikan dan tidak digubris," ujarnya.

Menurut Ali, pengembalian dana ke kas daerah tidak menghilangkan unsur pidana dalam kasus tersebut. Namun, jika pengembalian atau dikembalikannya uang negara ke Rekening Umum Kas Daerah (RUKD) pun, juga tidak menghilangkan sanksi hukumnya.

"Seolah diselewengkan dulu, jika ditemukan BPK ya dikembalikan, begitulah kira-kira polanya," ucap Ali.

Dia menilai temuan BPK memperlihatkan dua pola penyebab, yaitu faktor kelalaian dan faktor kesengajaan, dengan tujuan meraup keuntungan dari anggaran publik.

"Sementara faktor kesengajaan terjadi dengan tujuan meraup keuntungan dari anggaran publik. Publik bertanya, apakah temuan yang terjadi pada belanja dinas tersebut disebabkan faktor kelalaian atau ada unsur kesengajaan?" Imbunya.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku, melainkan hanya merupakan faktor yang meringankan.

"Merujuk pada Pasal 2 UU yang sama, tindak pidana korupsi merupakan delik formil, di mana suatu perbuatan yang berpotensi merugikan keuangan negara sudah dapat dikategorikan sebagai korupsi," pungkasnya. (Bandaharo)